Sistem subjek adalah sistem penyimpanan dan penemuan
kembali arsip yang disusun berdasarkan pengelompokan nama masalah/subjek pada
isi surat. Dalam mengelola arsip pribadi kita juga dapat menerapkan sistem
subjek, misalnya di rumah tangga. Ada arsip tentang pembayaran rekening
listrik, rekening telepon, arsip tentang ijazah, akte kelahiran, dan lain-lain.
1.
Agar istilah yang digunakan untuk
pengelompokan dokumen dapat dibuat tetap dan seragam
2.
Semua arsip yang bersubjek sama akan
dapat berkumpul di tempat yang sama, dan arsip yang subjeknya saling berkaitan
akan diletakkan berdekatan.
3.
Mengusahakan agar arsip secara
mudah, cepat, dan tepat, ditentukan kembali dan dikembalikan ke tempat semula.
Mudah
mencari keterangan bila perihalnya saja yang ingin diketahui dan dapat
dikembangkan dengan tidak terbatasnya judul dan susunannya.
Sulit
mengklasifikasikan apabila terdapat aneka ragam perihal yang hampir sama
padahal berbeda satu sama lain serta kurang cocok untuk bermacam jenis surat.
Pada
pengelolaan arsip sistem pokok masalah, diperlukan adanya daftar klasifikasi
subjek agar istilah-istilah yang digunakan untuk mengelompokkan dokumen dapat
dibuat tetap dan seragam. Daftar istilah tersebut dapat dibagi menjadi dua
jenis, yakni daftar klasifikasi subjek standadisasi dan daftar klasifikasi
subjek buatan sendiri.
1.
Daftar Klasifikasi Subjek Standar
Daftar
subjek ini disebut standar karena daftar ini sudah merupakan standar umum di
tingkat internasional. Daftar standar ini banyak dipergunakan untuk
mengelompokkan buku-buku di perpustakaan dan penggolongan penyimpanan arsip.
Arsip-arsip yang memiliki masalah (subjek) yang banyak dan luas memerlukan
notasi terperinci agar lokasi penyimpanan arsipnya jelas.
Misalnya, di nasional arsip suatu Negara. Alasan pemakaian
daftar standar penggunaan daftar standar ini sangat sesuai dengan keperluan.
Tetapi untuk suatu instansi yang mempergunakan sistem subjek, penggunaan daftar
standar ini kurang tepat karena setiap instansi memiliki kegiatan di bidang
tertentu dan terbatas.
Ada beberapa
daftar klasifikasi subjek standar yang cukup banyak digunakan secara
internasional, yaitu DDC (Dewey Decimal Clasification); UDC (Universal Decimal
Clasification); LC (Library of Congress Clasification). DDC membagi subjeknya
ke dalam 10 kelas utama, sama seperti UDC, sedangkan LC membagi subjeknya ke
dalam 20 kelas utama. Ketiga jenis klasifikasi itu membagi subjeknya
berdasarkan pembagian ilmu pengetahuan.
Notasi DDC adalah angka decimal,
misalnya untuk Filsafat berkisar antara 100--199. Kelas utama dibagi lagi ke
dalam 10 kelas kedua (devisi). Kelas kedua dibagi lagi dalam 10 kelas ketiga
(seksi). Misalnya, 600 adalah Ilmu Terapan, 630 adalah Pertanian, 631 adalah
Teknik dan Alat Pertanian, 631.3 adalah Alat Pertanian, 631,31 adalah Mesin Pengerjaan
Tanah, 631,312 adalah Bajak. Notasi atau nomor klasifikasi untuk menentukan
letak bahan di tempat penyimpanan.
Perpustakaan
atau arsip nasional yang memiliki koleksi dalam jumlah besar dan mencakup 10
bidang ilmu pengetahuan, niscaya tepat untuk menggunakan sistem subjek DDC atau
UDC. Jika 10 kelas utama tersebut masih kurang terperinci, maka bagan LC yang
terdiri atas 20 kelas utama dapat digunakan. Untuk arsip kantor pemerintah
daerah penggunaan UDC tampaknya tidak cocok karena tiga hal berikut.
(1) Arsip pemerintah daerah hanya
mencakup subjek-subjek administrasi negara yang di dalam DDC atau UDC hanya
mencakup nomor 350 sehingga nomor yang dipakai akan terdiri atas digit yang
banyak.
(2) Notasi UDC sukar digunakan
sebagai tanda pengenal arsip dan lokasinya.
(3) Petugas arsip harus memperoleh
pendidikan khusus, padahal jumlah petugas arsip relatif banyak.
Untuk pengelolaan arsip, bagan
subjek yang sangat cocok dipergunakan adalah bagan klasifikasi subjek buatan
sendiri. Jika untuk pengelolaan arsip nasional sesuatu negara yang mencakup
semua bidang kegiatan negara bagan klasifikasi standar seperti DDC, UDC dan LC
bisa digunakan.
2.
Daftar Klasifikasi Subjek Buatan
Sendiri
Cara yang
terbaik dalam penyimpanan arsip yang mempergunakan sistem subjek adalah
mempergunakan daftar klasifikasi subjek buatan sendiri. Hal ini disebabkan oleh
kebutuhan, fungsi, dan tugas setiap kantor tidaklah sama. Daftar buatan sendiri
lebih cocok dengan kebutuhan dan tujuan kantor masing-masing. Ada beberapa cara
membuat daftar subjek.
a.
Cara yang paling sederhana membuat
daftar subjek adalah dengan cara mencatat setiap isi (perihal) surat yang
diterima secara satu per satu di dalam satu buku tulis. Daftar itu kemudian
disusun menurut abjad. Beberapa istilah yang sama cukup diambil satu untuk
dimasukkan dalam daftar. Istilah subjek yang dipilih untuk daftar subjek
hendaklah memenuhi persyaratan (1) kata benda atau yang dibendakan, (2) sedapat
mungkin terdiri atas satu kata, (3) pengertiannya jelas satu masalah atau
subjek.
b.
Dengan mengumpulkan semua masalah
yang ada pada seluruh instansi. Fungsi dan tugas masing-masing unit kerja sudah
jelas maka istilah subjek dapat diambil dari fungsi dan tugas tersebut yang
disesuaikan dengan kebutuhan suatu daftar subjek. Misalnya, Personalia sebagai
subjek pertama, kemudian Kesejahteraan sebagai subjek kedua, dan Cuti sebagai
subjek ketiga, dan seterusnya.
c.
Daftar subjek dapat diklasifikasi
menjadi dua, yaitu (1) daftar subjek murni dan (2) daftar subjek berkode.
Contoh, daftar subjek murni adalah buku ensiklopedia (Encyclopaedia Britanica),
atau daftar subjek Sears List yang seringkali dipakai di perpustakaan. Daftar
subjek berkode, yakni daftar klasifikasi subjek yang dikembangkan oleh DDC, UDC
dan LC. Demikian juga untuk daftar subjek klasifikasi buatan sendiri, terdiri
atas daftar klasifikasi subjek murni dan daftar klasifikasi subjek berkode.
1) Daftar
Klasifikasi Subjek Murni
Daftar subjek
murni adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek tanpa disertai kode
(notasi) dan disusun menurut urutan abjad. Daftar tersebut dapat disusun
menurut dua cara urutan abjad, yakni urutan abjad kamus dan urutan abjad
ensiklopedia.
Urutan abjad
kamus adalah urutan abjad dari istilah-istilah yang disusun secara terpisah,
seperti pada susunan kamus, tanpa melihat hubunganhubungan istilah dan
tingkatan-tingkatannya. Urutan abjad ensiklopedia adalah urutan abjad
berdasarkan istilah dari kelompok yang jenjangnya setingkat, yakni setingkat
dengan tingkatantingkatan masing-masing kelompok seperti yang biasa digunakan
pada susunan eksiklopedia.
2) Daftar
Klasifikasi Subjek Berkode
Daftar subjek
berkode adalah daftar yang berisikan istilah-istilah subjek yang dilengkapi
dengan kode dari istilah subjek bersangkutan. Kode atau biasa juga disebut
notasi adalah tanda pengenal (identitas) dari sesuatu istilah subjek. Kegunaan
kode ini sesungguhnya adalah untuk memudahkan mengetahui kelompok dari sesuatu
subjek dan untuk memudahkan penentuan lokasi dan urutan-urutan penyimpanan
bahan-bahan dari subjek bersangkutan.
Kegunaan kode
yang terakhir lebih ditujukan kepada penggunaan koleksi perpustakaan, rak
berdasarkan kode yang ditempelkan pada punggung buku. Untuk arsip yang banyak,
seperti Arsip Nasional atau Sentral Arsip suatu instansi, kode memang sangat
diperlukan untuk menentukan lokasi dan urut-urutan penyimpanan. Sementara itu,
untuk arsip-arsip di bagian atau unit suatu instansi penyertaan kode pada
istilah subjek agaknya tidaklah diperlukan benar, bahkan dapat menyulitkan
petugas dalam mengingat kode untuk mengetahui lokasi arsip. Persyaratan bagi
model kode yang dipilih adalah (1) singkat dan jelas, (2) mudah dipahami
dan diingat; (3) mudah dibaca; (4) sederhana dalam penulisan. Ada tiga macam
kode yang dapat dipilih, yakni angka, haruf, dan gabungan angka dan huruf atau
huruf dan angka.
Indeks Relatif
Untuk membantu mencari notasi suatu subjek dalam klasifikasi, DDC menyediakan
Indek Relatif Pada indeks relatif ini terdapat sejumlah istilah yang disusun
berabjad. Istilah-istilah tersebut mengacu ke notasi yang ada dalam
bagan. Pada indeks ini terdaftar juga sinonim untuk suatu istilah dan
juga hubungan-hubungan dengan subjek lainnya. Namun demikian kita tidak
boleh menentukan klasifikasi berdasarkan indeks saja. Setelah notasi ditemukan
dalam indeks, maka harus diperiksa dalam bagan atau tabel.
Indeks relatif
adalah suatu daftar yang berisi istilah-istilah subjek, baik yang dimuat dalam
daftar klasifikasi subjek maupun tidak, yang disusun secara alfabetik yang
berguna untuk memberikan petunjuk kepada pemakai yang akan mencari subjek yang
ditunjukkan oleh indeks. Indeks tersebut terdapat dalam daftar klasifikasi
subjek. Indeks relatif ini sangat membantu terutama bila daftar klasifikasi
subjek berisikan istilah subjek yang cukup banyak dan menyulitkan pemakai
menggunakannya.
Dengan indeks
relatif, pemakai dapat mengetahui istilah subjek atau nomor kode subjek suatu
surat yang akan dipakai yang didapat dari daftar klasifikasi subjek untuk
pengelompokan surat yang bersangkutan. Indeks relatif mendaftar semua istilah
subjek dari berbagai tingkatan, baik subjek utama, subjek kedua, maupun subjek
ketiga secara satu-per satu dengan baik istilah dalam daftar subjek maupun
tidak. Semua istilah pada indeks relatif menunjuk kepada subjek yang terdapat
pada daftar subjek dengan kode klasifikasi.
Prosedur
pencarian subjek, pertama petugas menentukan sendiri subjeknya, kemudian
mempergunakan indeks relatif untuk mengetahui letak subjek pada daftar subjek.
Kemudian memeriksa subjek pada daftar subjek. Dengan demikian petugas menemukan
subjek mulai dari subjek utama, kedua, ketiga, dan seterusnya yang akan
dipergunakan sebagai label map pada surat yang bersangkutan. Karena ada daftar
subjek yang tanpa kode klasifikasi dan ada yang memakai kode klasifikasi,
akibatnya ada dua jenis indeks relatif, yakni jenis yang menunjuk kepada
istilah subjek, dan yang menunjuk kepada istilah subjek
dengan kode klasifikasi. Sebagai
contoh, indeks relatif yang menunjuk kepada subjek yang terdapat pada subjek
murni adalah sebagai berikut.
1.
Untuk menemukan arsip yang disimpan
dalam sistem subjek diperlukan sarana untuk menemukan kembali (wakil dokumen)
arsip yakni kartu indeks. Keterangan cara mengisi kartu indeks.
2.
Kolom titik-titik di sebelah kanan
atas kartu indeks diisi kode nama pengirim untuk surat masuk atau nama yang
dikirimii surat untuk surat keluar setelah nama-nama tersebut diindeks lebih
dahulu.
3.
Kolom caption/judul diisi nama
pengirim (untuk surat masuk) atau nama yang kita kirimi surat (untuk surat
keluar).
4.
Kolom tanggal: diisi tanggal
suratnya.
5.
Kolom nomor: diisi nomor surat bila
suratnya dari lembaga/ditujukan untuk lembaga.
6.
Kolom hal: diisi perihal suratnya.
7.
Kolom kode: diisi kode penyimpanan.
Misalnya surat masuk perihalnya mengenai penerimaan pegawai maka diberi kode
KP.00.2
G. Menggunakan Petunjuk Silang
Pada Sistem Subyek
Penunjuk silang
pada dasarnya diartikan sebagai alat bantu yang dapat digunakan untuk menemukan
satu dokumen melalui nama lain atau kata-kata tangkap (caption) lain yang bukan
menerapkan caption yang sudah dipergunakan dalam penyimpanan. Dalam sistem
subjek seringkali terjadi satu surat berisikan lebih dari satu perihal. Untuk
surat yang demikian diperlukan caption, agar surat tersebut dapat dicari
melalui beberapa caption atau pendekatan. Contoh, sepucuk/sebuah surat bobotnya
2 kg yang berisikan dua perihal atau dua masalah yaitu masalah mobil dan sepeda
motor. Contoh lain, sepucuk surat berisikan dua perihal atau masalah, yakni
masalah mobil dan masalah motor.
Untuk menghemat
biaya fotokopi, petugas tidak perlu memfotokopi surat tersebut, tetapi cukup
menggantinya dengan selembar kertas berukuran setengah folio yang berisikan
petunjuk untuk menemukan surat yang bersangkutan. Lembar tersebut disebut
lembar petunjuk silang (cross-reference sheet).
Dalam sistem subjek,
maka isi penunjuk silang adalah dari subjek kedua menunjuk ke subjek pertama
karena surat berada pada map yang labelnya adalah subjek pertama. Karena
menunjuk langsung ke lembar suratnya, pada lembar penunjuk silang perlu
diisikan data yang bersangkutan. Misalnya nama pengirim, nomor surat, tanggal
surat dan lain-lain identitas, dan lain-lain identitas serta ringkasan.
H. Prosedur Penyimpanan Arsip
Berdasar Sistem Subyek
Langkah-langkah menyimpan arsip sistem subjek pada
dasarnya sama dengan sistem-sistem yang lain, yaitu sebagai berikut:
1.
Memeriksa berkas
Berkas atau surat yang
disimpan diperiksa untuk memastikan apakah arsip sudah selesai diproses atau
belum, dengan melihat tanda-tanda perintah surat disimpan. Pada saat memeriksa
petugas sekaligus menentukan subjek surat tersebut. Contoh: Bagas akan
menyimpan surat dari ibu Arliani tentang cuti sakit. Berarti surat tersebut
subjeknya adalah Cuti Sakit.
Petugas memeriksa apakah surat memang
sudah benar-benar akan disimpan, dengan melihat adanya tanda “perintah simpan”
(release mark) yang
diterapkan oleh atasan di atas surat bersangkutan. Atau petugas
memang yakin bahwa surat sudah selesai diproses dan boleh disimpan.
2.
Mengindeks
Mengindeks dalam sistem subjek artinya menentukan
permasalahan surat dengan mencocokan dengan daftar klasifikasi yang sudah
dibuat. Memilih nama
yang akan dipakai sebagai identitas penyimpanan dan kemudian menguraikannya
menjadi unit-unit untuk keperluan mengabjad. Untuk surat masuk, yang dapat
diindeks adalah nama pengiriman
atau nama penanda tangan surat.
3.
Mengode
Menuliskan kode pada surat
tersebut sesuai dengan daftar klasifikasi subjek. Jika daftar klasifikasi
subjek menggunakan kode beberapa huruf atau angka, maka kode yang ditulis pada
surat adalah kode huruf atau angka tersebut. Tetapi jika daftar klasifikasi
tidak menggunakan kode, maka yang ditulis adalah nama subjeknya. Kode subjek
yang ditulis adalah nama/nomor subjek pada daftar klasifikasi yang tingkatannya
paling kecil
4. Menyortir
Adalah mengelompokkan surat kedalam kelompok abjad masing masing, agar
memudahkan petugas mengerjakan langkah
terakhir yaitu menyimpan.Sortir ini penting untuk surat-surat yang banyak,
kalau suratnya sedikit (tidak lebih dari 25 pucuk) tidak perlu dilakukan
sortir. Dengan adanya sortir, petugas
didalam menyimpan surat tidak perlu pulang-balik dari meja ke almari arsip,
tapi dapat menyimpannya perkelompok abjad. Surat-surat yang mempunyai kode yang
sama dikelompokan menjadi satu. Apabila surat hanya satu, maka tidak perlu
disortir.
5. Menempatkan
Surat-surat ditempatkan
sesuai dengan kode sura dan kode tempat penyimpanan. Contoh: surat sakit dari
ibu Arliani ditempatkan dalam laci berkode Kepegawaian, dibelakang guide cuti dan
di dalam hangin folder Cuti sakit.
Catatan: sebelum surat
ditempatkan secara permanen pada tempat penyimpanan, jangan lupa untuk membuat
kartu indeks terlebih dahulu. Pekerjaan ini
harus dilakukan dengan hati hati. Kalau tejadi kekeliruan menempatkan surat
pada map yang bukan seharusnya maka surat tersebut dapat disebut hilang. Bila volume surat yang disimpan cukup
banyak, maka pencarian kembali akan sukar dilakukan.
Daftar Pustaka
Rasbina, Atania. 2010. “ Manajemen Arsip Berita Dalam
Upaya Pelestarian Informasi Pada Stasiun Tvri Sumatera Utara”. Skripsi.
Program Studi Ilmu Perpustakaan Dan Informasi Fakultas Sastra., Fakultas
Sastra, Universitas Sumatera Utara.
Hasugian, Jonner. 2003. “Pengantar Kearsipan”. Diakses dari http://www.e-bookspdf.org.
Pada tanggal 18 April 2014.
Sumartini. “Pengantar Kearsipan”. Diakses dari http://www.bapersip.go.id.
Pada tanggal 18 April 2014.
Sumiyati. 2010. Menetapkan Kebutuhan dan Alat Kearsipan. Yogyakarta: SMKN 1
PENGASIH.
Sumiyati. 2009. Mengimplementasikan Sistem Kearsipan. Yogyakarta: SMKN 1 PENGASIH.
Sutarto. 1980. Sekretaris dan Tata WarkatI. Yogyakarta. Gajah Mada University
Press.
Alahamdulilah bermanfaat, sama persis di buku catatan😄
BalasHapus